Kedua tim memulai pertandingan dengan menampilkan high defensive line dan intense pressing play. Seperti yang bisa kita lihat sejak awal, para pemain AS Roma mencoba untuk memainkan tempo tinggi. Roma bermain dengan bentuk dasar, 4-3-3. Guardiola sendiri memilih untuk bermain dengan formasi super-hibrid nya.
Gol pertama Bayern. Robben lakukan gerak lateral memanfaatkan celah di half space Roma. Para pemain tidak lakukan cukup covering di sini. Robben masuk dengan mudah dan menerima umpan dari Lahm. Poin penting dari gol ini, adalah, timing sempurna Robben dalam bergerak ke half space serta bagaimana buruknya pemain Roma memposisikan diri dalam menjaga pertahanan. Kombinasi ini memberikan banyak waktu bagi Robben untuk berpikir sebelum ia mencetak gol pertamanya.
Pertahanan Bayern tertembus. Mapou Yanga-Mbiwa melihat gerakan Gervinho dan memberinya umpan terobosan yang bagus dan sukses menembus pertahanan Bayern. Sayangnya, finishing Gervinho (dalam kondisi one on one) mampu ditepis oleh Neuer.
Sistem pressing Bayern, sekali lagi, menunjukkan kepada kita seberapa efektif hal tersebut mampu memaksa AS Roma kehilangan bola dan menjadi root cause gol ke-dua bayern.
Space control yang sempurna. Perhatikan space control sempurna pemain-pemain Bayern, yang memaksa Torosidis membuang bola. Alonso lakukan intersepsi, ia lakukan recycle, dan mengumpannya pada Bernat. Bernat kemudian memberikan bola pada Lewandowski yang menunggu di sisi kanan pertahanan Roma.
Momen setelah Bernat mengumpan pada Lewy. Perhatikan defensive positioning para pemain Roma. Dua pemain Roma lakukan pressing pada Gotze. Lingkaran merah di belakang mereka adalah ruang kosong (yang berbahaya dieksploitasi lawan). Gotze dan Muller menyadarinya. Sebuah umpan daerah diambil oleh Muller. Jika saja, salah satu dari Manolas, Rossi, atau Torosidis membentuk formasi yang lebih narrow dan salah satu dari ke-tiganya berposisi lebih deep, Roma mungkin mendapatkan kesempatan untuk memaksa Bayern bermain melebar.
Bernat lepaskan float cross. Lewandowski telah menunggu di sana. Tanpa penjagaan berarti, Lewandowski menyundul bola. Gol.
Gol ke-4 bayern oleh Arjen Robben. AS Roma memberikan terlalu banyak ruang. Sebuah ruang yang terlalu besar untuk situasi non counter attack.
Gol ini menunjukkan dua hal. (1) Peran unik David Alaba, bek tengah yang pergerakannya sangat mirip dengan box to box midfielder (sesuatu yang aneh untuk seorang bek tengah dalam bentuk dasar 3 bek sejajar). (2) Bentuk asimetris dalam skema bermain Bayern. Sisi kiri menjadi lebih agresif dibandingkan sisi kanan. Terutama, ketika Alaba ikut serta dalam transisi menyerang dan mengambil bagian dalam fase menyerang. Ini menjadi senjata rahasia lain dari strategi menyerang Bayern.
Di sisi kanan, Robben adalah senjata utama. Terkadang, Robben intercharge dengan Philip Lahm. Ini adalah bentuk fleksibilitas lain Bayern di bawah Guardiola. Lahm merupakan salah satu deep-creator bayern (bersama Xabi). Bedanya, adalah, Lahm memiliki tugas lain untuk menyeimbangkan sisi kanan jika Robben lakukan cut inside yang sangat jauh hingga ke tengah pertahanan lawan.
Mikro-taktik yang revolusioner ini menjadi faktor penting mengapa pada akhirnya Bayern dapat menghancurkan AS Roma.
Di babak kedua, Bayern masih bermain dengan bentuk dasar yang sama. Mereka masih mencoba mengendalikan permainan secepatnya. Rudi Garcia membuat 2 perubahan besar. Cholevas masuk gantikan Ashley dan Florenzi gantikan Totti. Ashley Cole bisa dibilang sebagai salah satu pemain terburuk di pertandingan ini. Dengan menggantinya dengan Cholevas, Garcia berharap untuk memberikan penyegaran untuk lini pertahanan timnya.
Sebuah momen di menit 54, sudah seharusnya jadi perhatian pemain-pemain Bayern. Sebuah momen yang menegaskan, bahwa intense pressing memerlukan fokus yang tajam sepanjang pertandingan. Kenapa? Karena, pressing intensitas tinggi, sangat mungkin merusak bentuk permainan tim, bila fokus berkurang. Dan, hal ini, bisa berakibat fatal.
Pemain Bayern memenuhi sisi kiri daerah pertahanan mereka. Iturbe menyadari itu. Anda dapat melihat ada ruang besar untuk dieksploitasi oleh Iturbe. Beruntung bagi Bayern, Roma gagal memanfaatkannya.
Di menit ke-78, Bayern menambah gol mereka menjadi enam. Kali ini, Frank Ribery berhasil memanfaatkan umpan terobosan Robben. Gol ke-enam menjadi simbolisasi nyata betapa fluid dan fleksibelnya gaya bermain Bayern di bawah asuhan Josep Guardiola.
Lihat para pemain Bayern dan posisi di mana mereka berada. gotze pada posisi penyerang tengah (setelah Lewandowski ditarik keluar) dan bermain sebagai False 9. Ribery, yang berada di kiri lakukan intercharge dengan Gotze dan mengisi posisi Gotze di tengah. Robben turun ke bawah, menjemput bola, dan lakukan umpan terobosan sempurna, pada Ribery. Dan, anda lihat pemain pada posisi kanan atas? Itu david Alaba, guys!! Dari posisi left central defender, Alaba roam sampai di posisi sayap serang kanan. Betapa fluid dan membingungkan lawan permainan yang ditampilkan Bayern
Bayern kehilangan penguasaan bola, para pemain AS Roma mencoba untuk lakukan transisi menyerang secepatnya. Pjanic lakukan umpan kepada Nainggolan. Tapi, Xabi berada di tempat yang tepat dan waktu yang tepat pula. Dengan cepat, ia lakukan tackle pada Nainggolan sekaligus mengarahkan bola pada Rafinha. Kalau bukan karena reaksi dan cepatnya Xabi berpikir, tidak akan ada tembakan jarak jauh Rafinha dan tidak akan ada pula gol dari Shaqiri.
Para pemain AS Roma menemukan begitu banyak kesulitan yang disebabkan oleh tekanan intensitas tinggi dari Bayern. Berulang kali pemain Roma dipaksa untuk melakukan umpan-umpan panjang, yang mudah untuk ditangani oleh para pemain Bayern. Gol pertama Robben menjadi bagian yang sangat penting. Yang, dalam pandangan saya, gol tersebut yang mulai merusak permainan Roma. 2 gol cepat (ke-2 dan yang ke-3) hanya dalam waktu dua menit, sudah cukup “mengakhiri” pertandingan. Apa yang terjadi pada gol keempat Bayern membuktikan hal tersebut. Semua bisa melihat, Roma memberikan Robben ruang terlalu besar untuk bergerak. Sesuatu tidak seharusnya terjadi, karena gol tersebut bukanlah senuah counter attack pada tim yang keasyikan menyerang. Hol keenam merupakan gol terbaik. Ini merupakan gol yang memperlihatkan pada dunia, bagaimana konsep fluiditas dijalanakan oleh Bayern di bawah asuhan Josep Guardiola. Permutasi, intercharge, transisi yang sangat cepat, dan serangan balik cepat, yang diselesaikan dengan penuh gaya.
Meskipun beberapa kali para pemain “membiarkan” Gervinho masuk ke ruang berbahaya, lini pertahanan Bayern bermain cukup baik. Benatia mampu bermain tenang sebagai musuh bagi para mantan supporter nya. Duo deep creator, Xabi Alonso dan Philip Lahm membuktikan betapa mereka merupakan yang terbaik dalam pertandingan ini. Gol pertama diawali oleh Lahm yang lakukan kombinasi 1-2 dengan Robben. Sementara, gol ke-2, ke-3, dan ke-7 FC Bayern semua dimulai oleh intersepsi Xabi Alonso di daerah pertahanan lawan. Juan Bernat juga bermain sangat baik. Beberapa kali ia lakukan dribbling yang mengagumkan dan memenangkan beberapa perebutan bola menghadapi para pemain Roma.
Sebagian orang mungkin berpikir Arjen Robben adalah Man of the Match, tapi, bagi saya, Man of the Match sesungguhnya, adalah, Xabi Alonso.
Bayern di bawah Guardiola merupakan tim dari dimensi yang berbeda. Anda tidak dapat mengkategorikan Bayern dalam satu atau dua bentuk dasar permainan. Bentuk main Bayern sangat sangat fleksibel. Kita bisa melihat ada 3-4-3 atau 3-2-2-2-1 atau 3-4-1-2 atau 4-3-2-1 atau apa pun, yang kapan pun digunakan oleh Bayern bergantung pada bagaimana para pemain Bayern melihatnya sebagai hal yang paling tepat dalam menghadapi situasi spesifik tiap pertandingan.
Apa yang dilakukan oleh Philip Lahm, David Alaba, dan, tentunya, Josep Guardiola, merupakan ide revolusioner di era sepak bola modern. Bentuk permainan dan peran pemain yang hiper-hibrid. yang jika anda perhatikan merupakan bagian terindah dari dimulainya evolusi sepakbola era modern.
kynTnaRa,
Untuk lebih banyak update, follow Blog kami atau follow Twitter @ ryantank100
Analisa Taktik : AS Roma 1-7 FC Bayern