Indonesia memulai pertandingan dengan bentuk dan taktik yang identik di partai sebelumnya. 2 bek sayap, 2 bek tengah, 3 central midfield yang melakukan permutasi, 2 sayap serang, dan striker tunggal. Sejak kick off, Indonesia langsung berusaha mengambil alih kendali. Para pemain memainkan bola dengan sabar. Indonesia menyusun serangan dari belakang. Dua dari 3 central midfielder drop deep untuk menawarkan opsi umpan. Dua sayap serang beberapa kali terliat sejajar dengan 3 central midfielder. Dalam transisi menyerang, dua sayap serang Indonesia drop deep dan tetap

berposisi melebar.

Indonesia play out of defense. Dua dari tiga cental midfielder turun ke belakang untuk membangun serangan


Dua sayap serang (lingkaran merah), ikut drop deep untuk membantu membangun serangan

Secara defensive, ke-dua sayap serang diinstruksikan untuk mengawasi gerak sayap serang lawan, membantu 2 bek sayap menjaga soliditas bentuk dasar. 2 dari 3 central midfielder berjaga-jaga di depan 4 bek sejajar.


Salah satu formasi bertahan Indonesia. Positioning yang bagus mereduksi ruang bagi pemain Australia untuk berkreasi

Sayap serang kanan ikut berpartisipasi dalam menjaga soliditas pertahanan. Ia mengejar pemegang bola, sementara, bek kanan menjaga posisinya pada area yang tepat

Bek kanan tetap berposisi lebih ke tengah, memastikan formasi 4 bek tetap narrow untuk mengurangi bahaya pada half space yang mungkin timbul apabila ia bergerak terlalu melebar

Pada babak pertama, Indonesia bermain lebih baik dibandingkan penampilan sebelumnya, saat dikalahkan Uzbekistan. Indonesia memainkan pressing yang menyulitkan Australia.


Kontrol ruang yang sangat baik. Pemain-pemain Indonesia melakukan penempatan posisi yang sangat baik, memaksa bek Australia lakukan umpan jauh yang kemudian membuat Indonesia regain possession. Kalau saja Indonesia dapat mengimplementasi sistem ini secara konstan selama pertandingan, Asutralia akan berada dalam banyak kesulitan


Full Court Pressing Indonesia. Memaksa pemegang bola melepaskan umpan jauh. Lingkaran kuning besar menunjukan tiadanya dukungan pemain Australia lainnya, yang seharusnya berada di area tersebut menawarkan opsi umpan

Pressing yang ditampilkan Indonesia menyulitkan Australia. Walau tidak selalu sempurna. Harap dimaklumi, bagaimana pun tim ini merupakan tim muda. Di sisi lain, kemampuan teknis dan pemahaman taktikal Indonesia belum sebaik negara-negara sepakbola maju. Merupakan sesuatu yang wajar, bila dijumpai sistem pressing dijalankan tidak sebaik tim lain dari negara maju. Walaupun, kekurangan mendasar ini, pada akhirnya, mengurangi efektifitas pressing.

Ketika pemain Indonesia berhasil memaksa Australia kehilangan ball possession (sekaligus regain possession), berkali-kali, bola kembali lepas karena salah kontrol atau salah umpan. Masalah klasik dari sebuah negara yang sepakbolanya masih dalam tahap berkembang. Beberapa kali juga terlihat, pemain-pemain Indonesia sudah pada posisi yang tepat dalam menutup ruang umpan lawan, tapi, hanya dalam 1-2 detik kemudian, hal tersebut “rusak”, karena, pemain Indonesia bergerak (terburu-buru) mendekati lawan. Mungkin, dugaan saya, keterburu-buruan tersebut sejatinya untuk mencoba merebut bola lebih cepat. Tapi, sayangnya, pergerakan ini malah hanya merusak formasi pressing yang, sebenarya, sudah ideal.

Di babak pertama, Australia memilih bermain deep. Mereka tidak lakukan full court pressing, seperti yang coba ditampilkan Indonesia atau seperti apa yang Uzbekistan lakukan di partai menghadapi Indonesia sebelumnya. Australia memainkan 4 bek, 5 gelandang, 1 penyerang. Terkadang, karena, rendahnya blok pertahanan Australia, formasi ini menjadi formasi hibrid 4 bek, 2 gelandang tengah, dan 4 gelandang serang (striker drop deep). Dalam beberapa fase transisi formasi Australia menjadi 4-4-2.


Bentuk dasar Australia di depan. 2 gelandang tengah, 3 gelandang serang, dan penyerang tunggal.


Menyadari mereka memiliki keunggulan postur, Australia berusaha mendorong Indonesia bermain melebar dan memainkan umpan silang. Anda lihat bagaimana ketat dan pendeknya bentuk dan jarak pemain belakang ke depan, saat Australia dalam posisi bertahan dan juga off possession.


Australia dan deep defensive-block yang mereka peragakan

Keputusan Australia memainkan blok pertahanan rendah dan tidak lakukan high up pressing, di babak pertama, menjadi logis, bila anda lihat beberapa image di bawah. Image-imange ini juga sekaligus memperlihatkan kelemahan di lini belakang Australia.






Sebuah umpan dari tengah yang menyasar ke sisi kiri luar pertahan Australia. Celah di antara kiper dan 4 bek berhasil “ditangkap” oleh pemain Indonesia. Sayangnya, terlalu cepatnya umpan yang dilepaskan hanya menghasilkan tendangan gawang




Sekali lagi. Umpan terobosan Indonesia mampu meraih celah di belakang bek. Dan, sekali lagi, sayangnya, umpan yang diberikan terlalu deras yang menghasilkan tendangan gawang


Indonesia lakukan serangan balik mendadak dan mengirimkan sebuah umpan jauh yang jatuh di belakang pemain bertahan Australia. Patut disayangkan, momen ini pun berakhir begitu saja tanpa Indonesia mampu memenfaatkannya dengan maksimal

Kecepatan pemain Australia di bawah pemain Indonesia. Merupakan sebuah putusan logis, apabila manajer memutuskan mereduksi ancaman pemain berkecepatan tinggi (yang dapat diakomodasi melalui umpan daerah atau umpan lambung ke ruang di belakang bek), dengan cara memainkan blok pertahanan rendah (sehingga celah di belakang bek bisa dikurangi).

Bagaimana Indonesia mampu mendeteksi celah kelemahan lawan merupakan hal yang menarik. Walau semua berakhir pada “kesia-siaan”, tapi, setidaknya, pelatih dan penonton mampu melihat, ada 2 hal di balik momen-momen ini. Pertama, kemampuan mendeteksi kelemahan lawan merupakan kemampuan, artinya, ada potensi di sana. Ke-dua, juga harus disadari, kita melihat, kesalahan umpan menjadi penyebab utama mengapa kelemahan Australia pada akhirnya tidak tereksploitasi secara sempurna. Artinya, ada kelemahan teknis di sana. Bagaimana menyempurnakannya? Saya berharap, pembinaan usia dini (teknis-mental) dan pengalaman berlaga di level klub berperan jauh lebih besar ke depannya.

Kurangnya pemahaman taktikal Indonesia menjadi salah satu masalah klasik. Mari kita lihat, bagaimana kurangnya pemahaman taktikal berakibat buruk bagi lini serang tim.




Bila anda lihat image terakhir di atas (sebelum image ini), image ini memperlihatkan momen lanjutannya. Setelah melakukan kontrol terhadap umpan jauh yang diarahkan padanya, Mukhlis “dipaksa” bermain-main sendiri tanpa support dari rekannya. Saya hitung sekitar 8 hingga 9 detik ia “dipaksa” bermain sendiri, sampai akhirnya terpaksa lepaskan float cross yang dengan mudahnya ditangkap kiper lawan. Lihat 2 lingkaran merah bertanda tanya di dalamnya. Di sanalah saya berharap ada dukungan bagi Mukhlis. Masuk akal kan, bila saya nyatakan dengan adanya pemain di dekatnya, Mukhlis mungkin mendapatkan ruang lebih untuk masuk, karena, lawan terpancing menjaga rekannya yang lain.

Dilihat dari sisi agresifitas, Australia jelas bermain lebih menunggu. Saat menyerang, sering kali terlihat, Australia hanya menempatkan 2 pemain di kotak penalti, pemain lain (1 atau 2 orang) berjarak lebih dari 25-30 meter dari gawang Indonesia. Sisanya, menunggu di garis pertahanan. Pada akhirnya, serangan Australia juga berakhir sia-sia. Karena, terlalu sedikitnya support saat menyerang.

Di babak ke-dua, Indonesia terlihat makin termotivasi. Tercatat sampai 15 menit pertama, Indonesia lepaskan 2 tembakan yang memaksa kiper Australia berjibaku. Pergerakan dari sayap untuk kemudian menusuk ke tengah, menjadi senjata yang tampak menjanjikan di sisa waktu pertandingan.

Australia sendiri juga terlihat sedikit menaikan tempo main. Saat serangan dibangun dari belakang, tampak 2 bek sayap berdiri sejajar dengan duo pemain tengah yang berposisi lebih deep (2 bek tengah dengan 4 pemain di depan ke-duanya). Tapi, seperti apa yang mereka lakukan saat menyerang. Di babak pertama, Paul Okon masih menginstruksikan anak asuhnya untuk lebih menunggu ketimbang mencoba menekan Indonesia dengan menumpuk lebih banyak pemain di area 1/3 pertahanan Indonesia. Sebelum Australia mendapatkan gol, ada 2 momen menarik yang dalam pandangan saya bila dilakukan dengan cara berbeda, Australia sangat mungkin sudah lebih dulu mendapatkan gol lebih awal.





How if the ball carrier gives the ball to the Australia free players on the right side of Indonesia defense? 2 kali Australia mendapatkan peluang yang identik seperti apa yang terlihat di gambar

Pada akhirnya, Australia mencetak gol dengan cara yang efisien. Direct passing yang mengejutkan pertahanan Indonesia. Mari kita lihat bagaimana Australia bertransisi dan akhirnya berhasil mencetak gol. Kita lihat, apa yang terjadi dan siapa yang salah dalam momen yang menghancurkan harapan tinggi rakyat Indonesia.





Segalanya diawali dari high up pressing yang ditampilkan Indonesia. Sejak babak pertama formasi pressing ini ditampilkan Indra Sjafrie. Mukhlis di depan menekan bek Australia, di belakangnya berdiri 4 gelandang sejajar, yang salah satunya merupakan 1 dari 2central midfielder yang roam dari posisinya untuk mengambil tempat lebih ke depan.




Dengan set-up seperti yang terlihat di atas, sudah barang tentu ada celah yang ditinggalkan oleh central midfielder yang roam ke depan. Celah inilah yang dicover oleh salah satu bek Indonesia. Anda lihat gambar di atas, pemain bertanda nomor 2 merupakan bek yang mengisi satu tempat di central midfielder. Melihat ia tinggalkan posisi “sebenarnya”, anda mungkin akan mengatakan itu merupakan kesalahannya.

Gol ini tercipta, karena, 2 sebab. Pertama, Australia mampu dengan cepat memanfaatkan kelengahan Indonesia yang membuat celah di pertahanan. Ke-dua, celah tersebut tercipta sebagai resiko dari formasi pressing yang saya tunjukan pada gambar di atas. Apakah pemain Australia cermat? Ya, saya setuju. Apakah Indra Sjafrie yang instruksikan untuk lakukan pressing set-up seperti itu patut disalahkan? Tidak, saya tidak setuju. Kenapa? Karena, semua pertimbangan dan putusan selalu ada resikonya. Siapa yang salah? Tidak ada. Yang ada, Australia berhasil memanfaatkan celah dalam taktik lawan.

Ketika di belakang striker tunggal berdiri 4 pemain sejajar (untuk menekan lawan sekaligus mengontrol ruang), salah satu bek, naik sedikit ke depan, sejajar dengan central midfielder yang berposisi di belakang 4 pemain sejajar. Sisanya, 3 pemain membentuk formasi 3 bek di belakang. Singkatnya, 3-2-4-1.

 

Hibrid formasi dasar 4-2-3-1 menjadi formasi pressing 3-2-4-1

Yang kita lihat, sampai sebelum gol tercipta, Indonesia bermain baik, bahkan, bagi saya, sedikit lebih baik ketimbang Australia. Sayangnya, dalam momen ini, celah horisontal yang tercipta terlalu besar. Dan, Australia memanfaatkannya dengan sempurna.

Sebuah pelajaran berharga kita dapatkan di sini. Celah horisontal jauh lebih berbahaya ketimbang celah vertikal (Jonathan Wilson pernah mengatakan dalam bukunya). Gol Australia merupakan cerminan paling tepat dari apa yang dikatakan Wilson.

Pertengahan babak ke-dua, Paul Okon memasukan Mabil, untuk dimainkan di kanan. Pemain ini, menambah beban bagi lini belakang Indonesia. Pergerakan on ball maupun off ball-nya bagus. Ditambah lagi, staminanya masih sangat segar. Sejak unggul 1 gol, Australia makin nyaman memainkan sepakbola yang mereka rencanakan. Di belakang, saat tim diserang, tidak ada perubahan yang dilakukan. Australia tetap bermain hati-hati dengan memilih bermain sedikit deep (dalam) dan narrow (rapat).

Pertahanan Australia di menit-menit akhir pertandingan babak ke-dua

Di babak ke-dua, permainan Indonesia menurun, terutama, sejak Australia berhasil membuat gol. Semakin mendekati peluit panjang, semkain tidak terlihat pergerakan impresif yang sempat diperlihatkan di babak pertama. Beberapa kali para pemain melepaskan umpan jauh, yang tampak seperti pelampiasan rasa frustasi. Kekalahan ini memastikan kegagalan Indonesia lolos dari grup. Memastikan, bahwa, partai terakhir hanya sekedar formalitas belaka.

Rendah dan rapatnya pertahanan, menjadi salah satu kunci keberhasilan Australia menangkal kecepatan dan kelebihan individu pemain Indonesia. Dalam menjaga soliditas strategi bertahannya, Australia bermain displin sepanjang pertandingan. Apakah lantas Australia lebih baik ketimbang Indonesia? Bagi saya, Australia tidak lebih baik dari Indonesia. Saya yakin, hasil imbang merupakan hasil yang lebih “adil”.