Kedua tim memulai pertandingan dengan menampilkan high defensive line dan intense pressing play. Seperti yang bisa kita lihat sejak awal, para pemain AS Roma mencoba untuk memainkan tempo tinggi. Roma bermain dengan bentuk dasar, 4-3-3. Guardiola sendiri memilih untuk bermain dengan formasi super-hibrid nya.

Pada menit ke-8, Robben membuat gerak lateral dari sayap kanan dan masuk ke half space Roma, ruang di antara bek kiri dengan bek tengah kiri. Lahm kemudian memberikan umpan pendek pada Robben, untuk kemudian ia lakukan shot ke tiang kanan gawang dan mencetak gol pertama. Sebuah gol yang merupakan trademark Arjen Robben, cuts inside dan lakukan tembakan lengkung ke tiang jauh.

Para pemain AS Roma segera bereaksi terhadap gol pertama. Sebuah kesempatan yang sangat baik tercipta di menit 10, nyaris mengubah garis skor pertandingan. Tapi, Manuel Neuer membuat penyelamatan fantastis terhadap tembakan kaki kiri Gervinho.

Dengan Robben di kanan dan Bernat di sebelah kiri, Bayern terus memberikan tekanan konstan untuk AS Roma. Segalanya jadi semakin sulit untuk Roma, dengan fakta betapa efektifnya Bayern dalam lakukan pressing terhadap para pemain AS Roma. Momen di menit ke-16 menunjukkan bukti. Thomas Muller dan Philip Lahm lakukan pressing terhadap Radja Nainggolan sampai ia kehilangan bola. Situasi berbahaya tercipta, setelah Muller mengambil alih penguasaan bola dan mengumpan pada Lewandowski. Untungnya bagi Roma, tembakan Lewy melambung di atas mistar.

Sistem pressing Bayern, sekali lagi, menunjukkan kepada kita seberapa efektif hal tersebut mampu memaksa AS Roma kehilangan bola dan menjadi root cause gol ke-dua bayern.

Hanya dalam dua menit, Bayern membuat gol ketiga mereka. Robert Lewandowski mencetak gol melalui sebuah sundulan yang mudah. Poin penting dari terjadinya gol ini, adalah, defensive line Roma yang terlalu dalam, sehingga, tidak ada tekanan yang cukup pada Xabi Alonso serta buruknya antisipasi para pemain Roma terhadap gerakan tanpa bola pemain-pemain Bayern.

Lima menit kemudian, menit 30, Arjen Robben membuat gol keduanya. Assist dilakukan oleh Thomas Muller. Gol ini, sekali lagi, menimbulkan pertanyaan pada kapabilitas pertahanan AS Roma. Gol ke-empat Bayern merupakan gol yang dibangun secara perlahan dari belakang, bukan merupakan counter-attack cepat. Anehnya, dengan proses seperti ini, AS Roma memberikan ruang yang terlalu besar bari pemain Bayern untuk bergerak, dalam hal ini Robben. Umumnya, saat sebuah tim tidak siap menerima serangan balik, salah satu akibatnya, adalah, formasi yang kocar-kacir yang menciptakan banyak ruang kosong. Tapi, gol ini, bukanlah gol jenis serangan balik, yang mana tidak seharusnya para pemain Roma memberikan ruang yang begitu besarnya.

Pada 36 menit, Bayern menambah koleksi gol mereka menjadi lima. David Alaba adalah man of the goal. Bermain sebagai bek tengah kiri dan yang terus berdiam di belakang, sebelum gol ke-4, Alaba kemudian mulai bermain layaknya Box ke Box Defender Central (B2BCD). Alaba bergerak maju secara gradual dan lakukan penetrasi ke sisi kanan pertahanan Roma. Crossing Alaba membentur lengan kiri Manolas. Serta-merta, wasit menunjuk titik putih.

Gol ini menunjukkan dua hal. (1) Peran unik David Alaba, bek tengah yang pergerakannya sangat mirip dengan box to box midfielder (sesuatu yang aneh untuk seorang bek tengah dalam bentuk dasar 3 bek sejajar). (2) Bentuk asimetris dalam skema bermain Bayern. Sisi kiri menjadi lebih agresif dibandingkan sisi kanan. Terutama, ketika Alaba ikut serta dalam transisi menyerang dan mengambil bagian dalam fase menyerang. Ini menjadi senjata rahasia lain dari strategi menyerang Bayern.

Di sisi kanan, Robben adalah senjata utama. Terkadang, Robben intercharge dengan Philip Lahm. Ini adalah bentuk fleksibilitas lain Bayern di bawah Guardiola. Lahm merupakan salah satu deep-creator  bayern (bersama Xabi). Bedanya, adalah, Lahm memiliki tugas lain untuk menyeimbangkan sisi kanan jika Robben lakukan cut inside yang sangat jauh hingga ke tengah pertahanan lawan.

Mikro-taktik yang revolusioner ini menjadi faktor penting mengapa pada akhirnya Bayern dapat menghancurkan AS Roma.

Di babak kedua, Bayern masih bermain dengan bentuk dasar yang sama. Mereka masih mencoba mengendalikan permainan secepatnya. Rudi Garcia membuat 2 perubahan besar. Cholevas masuk gantikan Ashley dan Florenzi gantikan Totti. Ashley Cole bisa dibilang sebagai salah satu pemain terburuk di pertandingan ini. Dengan menggantinya dengan Cholevas, Garcia berharap untuk memberikan penyegaran untuk lini pertahanan timnya.

Sebuah momen di menit 54, sudah seharusnya jadi perhatian pemain-pemain Bayern. Sebuah momen yang menegaskan, bahwa intense pressing memerlukan fokus yang tajam sepanjang pertandingan. Kenapa? Karena, pressing intensitas tinggi, sangat mungkin merusak bentuk permainan tim, bila fokus berkurang. Dan, hal ini, bisa berakibat fatal.

Menit 53. Tendangan Gervinho membentur tiang kiri gawang. Tampaknya Bayern mengalami sedikit kesulitan ketika datang waktunya untuk berhadapan dengan pemain yang punya kecepatan. Apa yang ditunjukan Ahmed Musa (CSKA Moscow) dalam pertemuan terakhir mereka telah memperlihatkan hal tersebut. Dalam pertandingan ini, Gervinho beberapa kali dapat menemukan ruang yang baik dengan kecepatannya dan membuat beberapa situasi berbahaya untuk Bayern. Guardiola harus memperhatikan hal-hal sederhana seperti ini.

Di menit ke-78, Bayern menambah gol mereka menjadi enam. Kali ini, Frank Ribery berhasil memanfaatkan umpan terobosan Robben. Gol ke-enam menjadi simbolisasi nyata betapa fluid dan fleksibelnya gaya bermain Bayern di bawah asuhan Josep Guardiola.

Hanya berselang dua menit kemudian, Xherdan Shaqiri membuat gol ke-7 untuk FC Bayern. Gol ini, sekali lagi, menunjukan betapa duo gelandang tengah Bayern terbukti menjadi bagian yang paling penting dari tim. Anda dapat melihatnya pada gambar di bawah ini.

Kesimpulan
Para pemain AS Roma menemukan begitu banyak kesulitan yang disebabkan oleh tekanan intensitas tinggi dari Bayern. Berulang kali pemain Roma dipaksa untuk melakukan umpan-umpan panjang, yang mudah untuk ditangani oleh para pemain Bayern. Gol pertama Robben menjadi bagian yang sangat penting. Yang, dalam pandangan saya, gol tersebut yang mulai merusak permainan Roma. 2 gol cepat (ke-2 dan yang ke-3) hanya dalam waktu dua menit, sudah cukup “mengakhiri” pertandingan. Apa yang terjadi pada gol keempat Bayern membuktikan hal tersebut. Semua bisa melihat, Roma memberikan Robben ruang terlalu besar untuk bergerak. Sesuatu tidak seharusnya terjadi, karena gol tersebut bukanlah senuah counter attack pada tim yang keasyikan menyerang. Hol keenam merupakan gol terbaik. Ini merupakan gol yang memperlihatkan pada dunia, bagaimana konsep fluiditas dijalanakan oleh Bayern di bawah asuhan Josep Guardiola. Permutasi, intercharge, transisi yang sangat cepat, dan serangan balik cepat, yang diselesaikan dengan penuh gaya.
Meskipun beberapa kali para pemain “membiarkan” Gervinho masuk ke ruang berbahaya, lini pertahanan Bayern bermain cukup baik. Benatia mampu bermain tenang sebagai musuh bagi para mantan supporter nya. Duo deep creator, Xabi Alonso dan Philip Lahm membuktikan betapa mereka merupakan yang terbaik dalam pertandingan ini. Gol pertama diawali oleh Lahm yang lakukan kombinasi 1-2 dengan Robben. Sementara, gol ke-2, ke-3, dan ke-7 FC Bayern semua dimulai oleh intersepsi Xabi Alonso di daerah pertahanan lawan. Juan Bernat juga bermain sangat baik. Beberapa kali ia lakukan dribbling yang mengagumkan dan memenangkan beberapa perebutan bola menghadapi para pemain Roma.

Sebagian orang mungkin berpikir Arjen Robben adalah Man of the Match, tapi, bagi saya, Man of the Match sesungguhnya, adalah, Xabi Alonso.

Bayern di bawah Guardiola merupakan tim dari dimensi yang berbeda. Anda tidak dapat mengkategorikan Bayern dalam satu atau dua bentuk dasar permainan. Bentuk main Bayern sangat sangat fleksibel. Kita bisa melihat ada 3-4-3 atau 3-2-2-2-1 atau 3-4-1-2 atau 4-3-2-1 atau apa pun, yang kapan pun digunakan oleh Bayern bergantung pada bagaimana para pemain Bayern melihatnya sebagai hal yang paling tepat dalam menghadapi situasi spesifik tiap pertandingan.
Apa yang dilakukan oleh Philip Lahm, David Alaba, dan, tentunya, Josep Guardiola, merupakan ide revolusioner di era sepak bola modern. Bentuk permainan dan peran pemain yang hiper-hibrid. yang jika anda perhatikan merupakan bagian terindah dari dimulainya evolusi sepakbola era modern.

kynTnaRa,
Untuk lebih banyak update, follow Blog kami atau follow Twitter @ ryantank100