Indonesia, seperti yang sudah-sudah, yang selalu menjadi kelemahan klasik, adalah, salah satunya, kurangnya konsentrasi di lini bertahan tim. Buruknya positioning pemain merupakan out put dari kelemahan macam ini. Kelemahan non teknis dan pemahaman aspek taktik yang selalu menjadi hal yang tidak terselesaikan sampai sekarang. Hal lain yang menjadi perhatian, adalah, akan rata-rata tinggi bodi pemain Indonesia yang relatif pendek, menjadi penyebab utama mengapa Indonesia sangat lemah dalam duel-duel udara. Sejarah

telah memperlihatkan beberapa contoh nyata. Thailand menghancurkan Indonesia 4-1 dalam FInal Piala Tiger 2000 dengan memanfaatkan tinggi tubuh Worrawoot Srimaka (hattrick). Atau, bagaimana Arab Saudi mencuri gol di menit akhir, ketika mereka kalahkan Indonesia 2-1 dan membuat Gelora Bung Karno menundukan kepala.

Kelemahan pada duel udara dan masalah klasik pada lini bertahan, merupakan faktor yang berhasil dieksploitasi oleh pemain-pemain Uzbekistan. Mari kita lihat gol pertama. Lemahnya pemahaman taktikal memberikan gol pertama yang sangat mudah bagi Uzbekistan.


Uzbekistan membangun serangannya melalui sisi sayap. Diawali dari sisi kanan (tidak terlihat), yang kemudian bola diarahkan ke kiri. Perhatikan 2 pemain (lingkaran dan panah merah dan putih). Sayap kiri Uzbekistan lakukan umpan silang, sempat terblok secara tak sempurna, tapi, bola terus bergulir ke tengah, lalu, sampai ke tiang jauh, yang seharusnya mudah untuk ditangani. Tetapi…...


Lingkaran merah (pemain Indonesia) tidak menyadari gerakan tanpa bola pemain Uzkeistan di belakangnya. Ia tidak memberikan pengawalan yang cukup. Kurangnya konsentrasi dan defensive awareness menjadi penyebab utama gol

Gol ke-dua Uzbekistan, juga berawal dari sayap. 1 hal yang perlu diperhatikan, adalah, sebelum sayap kanan Uzbekistan dilanggar di dalam kotak penalti, para gelandang Indonesia memberikan kesempatan terlalu banyak bagi lini tengah Uzbekitan untuk bermain. Tanpa pressing yang cukup, para pemain Uzbekistan mendapatkan waktu yang lebih dari cukup untuk lakukan “retain possession” melalui umpan-umpan satu dua dalam tempo sedang. Membangun serangan perlahan dan masuk ke kotak penalti.

Lebih dari sekedar bagaimana tertebaknya permainan Indonesia, permainan cerdas yang didukung kerja keras, oleh para pemain Uzbekistan, membuat Indonesia berada dalam kesulitan besar. Terutama pada lini belakang dan tengahnya. Uzbekistan memainkan pressing yang sangat merepotkan para pemain Indonesia.


Bentuk dasar Uzbekistan. Bermain dengan 4 bek, double pivot, 3 gelandang serang, dan striker tunggal. Tetapi, sebenarnya, Uzbekistan jauh lebih fleksibel daripada apa yang terlihat di dalam image. Mereka bermain dengan beberapa bentuk berbeda. Yang kebanyakan merupakan formasi reaktif, bergantung pada bagaimana Indonesia membangun serangannya





Pressing dengan menggunakan 2 pemain depan. 4 pemain lain berpatroli sedikit lebih dalam

Image berikutnya. Intense pressing Uzbekistan, besarnya gap antar lini Indonesia, dan kurangnya support lini tengah ke lini belakang, menyebabkan para bek dalam kesulitan. “No where to run”





Lagi-lagi. Pressing intensitas tinggi. Tidak ada ruang untuk mengembangakn permainan kreatif

Uzbekistan menyadari, mereka jauh lebih superior di udara (tidak terhitung terlalu banyaknya jumlah duel udara yang dimenangkan Uzbekistan). Para pemain Uzbekistan melepaskan umpan-umpan jauh udara. Dalam hampir semua duel udara, Uzbekistan memenangkannya.

Uzbekiztan beberapa kali juga coba mengeksploitasi sisi terluar Indonesia, seperti yang terlihat dalam 2 gamabar di bawah.


Bad cover on the Indonesia left flank. Uzbekistan exploited it well.



Cara cerdas dalam menciptakan ruang. 4 pemain Uzbekistan bertumpuk ke salah satu sisi (lihat 3 pemain dengan garis lengkung kuning). Uzbekistan memulai serangan dari sisi kanan Indonesia. Saat si pemegang bola lakukan cut inside, 3 pemain Uzbekistan di dekatnya (bergaris lengkung kuning), secara kolektif bergerak ke arah yang sama ke area kanan-tengah pertahanan Indonesia. Double pivot Uzbekistan bergerak naik secara gradual, mendekati pemegang bola dan menawarkan opsi umpan. Strategi sederhana ini berhasil menarik pemain Indonesia terfokus ke satu sisi, yang menciptakan ruang kosong-berbahaya di sisi kiri. Anda lihat bek kanan Uzbekistan yang lakukan forward run untuk memanfaatkan ruang kosong di sisi kiri pertahanan Indonesia.

Uzbekistan bermain lebih baik. Para pemainnya mengaplikasikan apa yang direncanakan, sebelumya, dengan sabar. Mereka bermain sangat tenang. Uzbekistan juga menekan bek dan lini tengah Indonesia dengan sangat baik. Double pivot membawa pengaruh besar dalma pertandingan ini. Satu di antaranya bertindak sebagai pemain yang sedikit lebih menyerang. Satu lagi, pemain yang berposisi lebih deep, sering kali menjadi inisiator serangan. Yang juga melakukan beberapa “roam from position” untuk mengontrol permainan dari luar kotak penalti.

Secara defensive, seperti yang saya sebutkan di atas, double pivot Uzbekistan, memainkan peran besar di sini. Duo yang berkontribusi baik pada pertahanan maupun penyerangan. 2 bek sayap Indonesia memberikan perhatian penuh pada 2 sayap serang Indonesia. Setiap kali Indonesia menyerang, 2 bek sayap Uzbekistan melakukan penjagaan sekaligus menutup ruang gerak sayap-sayap serang Indonesia. Salah satu bek tengah Uzbekistan, secara spesifik menjaga striker tunggal Indonesia. Singkatnya, sistem pertahanan Uzbekistan dibangun dari depan, mereka menekan dari “atas”, mereka menekan lini tengah Indonesia. Uzbekistan mencoba memaksa Indonesia bermain melebar. Dan, Uzbekistan menerapkan sistem penjagaan yang sangat baik kepada 3 pemain terdepan Indonesia.

Indonesia U-19, di bawah Indra Sjafrie, dikenal sebagai tim yang bergantung pada umpan-umpan pendek, permainan yang sabar, dan meningkatkan kecepatannya saat memasuki 1/3 pertahanan lawan. Evan Dimas tetap merupakan otak kreatif. Dia bergerak ke mana pun. Turun ke bawah untuk menjemput bola. Membangun permainan dari area dalam, untuk kemudian bergerak ke advanced area. Sayangnya, di samping semua kerja keras yang ditunjukan Evan, Uzbekistan berhasil menekannya dan mengurangi impak yang mungkin ditimbulkannya di 1/3 peratahan Uzbekistan.

Ketatnya formasi Uzbekistan dan kurangnya tactical awareness pemain-pemain Indonesia menjadi 2 kombinasi yang menjadi penyebab Indonesia kesulitan selama pertandingan untuk “bermain”.





Untuk permainan umpan pendek, dengan penekanan pada penguasaan bola, salah satu faktor paling krusial, adalah, formasi segitiga. Kehadiran formasi segitiga memudahkan tim untuk mempertahankan penguasaan bola. Terkait hal ini, apa yang image di atas katakan, adalah, tidak ada formasi segitiga untuk mendukung ide umpan pendek-penguasaan bola seperti yang biasa diperagakan Indra Safrie. Dalam banyak kesempatan, ketidakhadiran formasi segitiga, memaksa para pemain Indonesia melepas umpan yang  sia-sia




Uzbekistan memaksa Indonesia bermain melebar. Dalam momen ini, tidak ada pemain yang mendekat untuk menawarkan opsi umpan. Sebagai akibatnya, Indonesia lagi-lagi lakukan kesalahan umpan (intercepted by the Uzbek) dan Uzbekistan kembali mendapatkan penguasaan bola

Uzbekistan bermain penuh percaya diri. Mereka menunjukan beberapa variasi permainan. Uzbekistan memulai babak ke-dua dengan memainkan sepakbola secara perlahan melalui sisi sayap. Mereka mencoba menghajar Indonesia melalui sisi sayap. Indonesia sendiri melakukan banyak kesalahan tidak perlu, yang salah satu hal utamanya, adalah, para pemain terlalu mudah kehilangan bola di daerah pertahanan mereka sendiri. terlalu mudah untuk pertandingan sekaliber ini.

Di menit ke-57, Paulo Sitanggang, cadangan yang masuk menit 54, membuat sebuah gol indah. Gol inilah yang memperlihatkan karakter khas Indonesia U-19 di bawah manajemen Indra Sjafrie. Para pemain membangun serangan perlahan dari belakang (play out of defense), dari sisi kiri belakang, ke lini tengah, sampai ke depan ke kaki sang deep lying forward, untuk kemudian, lakukan lay off pada Sitanggang, yang bergerak dari belakang. Terjadi total 23 sentuhan (tak tersentuh lawan sama sekali) sebelum Paulo Sitanggang lakukan tembakan jarak jauh, lebih dari 25 meter.

Pada dasarnya, Uzbekistan bukan merupakan tim yang bagus sekali (paling tidak dalam partai ini), yang jauh lebih baik daripada Indonesia. Mereka juga lakukan beberapa kesalahan mendasar. Para pemainnya juga terkadang off position ketika melakukan pressing pada pemain-pemain Indonesia. Sebuah momen di menit ke-60 tunjukan pada kita. Sebuah drill cross dari sisi kiri pertahanan Uzbekistan, jatuh ke kaki pemain Indonesia. Tapi, sayangnya, hal ini tidak berlanjut pada hasil akhir (penyelesaian) yang kita harapkan. Kalau saja umpan tersebut dimanfaatkan dengan baik, dan, mengubah angka di papan score…………………………

Indonesia sedikit lebih baik dalam hal kecepatan individual. Secara teknikal ke-dua tim seimbang. Uzbekistan memainkan taktik pressing lebih baik dari Indonesia, Uzbekistan lakukan kesalahan lebih sedikit, Uzbekistan “memainkan sepakbolanya” sejak detik pertama, dan Uzbekistan sukses memanfaatkan keunggulannya dalam hal duel udara.

Dibandingakan kompetisi resmi terakhir, yang bukan sekedar diikuti oleh Indonesia U-19, tapi, bahkan menjadi juara dengan penampilan impresif, para pemain menunjukan banyak penurunan penampilan di sini. Yang mana Tour Nusantara dan semua tur yang jumlahnya terlalu banyak pada akhirnya terbukti salah arah dan tidak memberikan benefit apa pun. Tour membunuh kebugaran para pemain. Dengan banyaknya pertandingan yang dimainkan, hanya untuk sekedar tur (yang gak penting), pemain Indonesia terlihat seperti melewati penampilan puncaknya (jenuh, lelah). Dengan banyaknya (atau terlalu banyaknya) pertandingan, semua lawan dapat dengan mudah memantau aspek taktik Indra Sjafrie, yang pastinya, hanya memberikan banyak kerugian bagi tim.

Salam,